Rabu, 03 Oktober 2007

flower

Sang Raja Yang Benci Tanah Becek

Matahari adalah raja. Bulat kuning, dengan jilatan api melingkari. Sosok itulah yang menjadi inspirasi nama bunga satu ini, "bunga matahari".

Penampilannya sangat indah. Bulat bak cawan, mencuat di ujung batang dengan mahkota seperti pita. Warnanya kuning mencolok. Diameternya 10-35 cm. Di tengah-tengahnya, bunga-bunga kecil menyerupai tabung berwarna kecokelatan malu-malu mengintip.
Bunga matahari (helianthus annus), begitu ia disapa. Bunganya setia mengikuti ke arah mana pun matahari bergulir. Kala malam tiba, ia tertunduk, menikmati tidurnya yang lelap. Begitu siang menjelang, ia mendongak, memamerkan keindahannya.

Syahdan, nenek moyangnya ada di Amerika Selatan. Awal abad ke-19, para saudagar membawanya ke Tanah Jawa. Ternyata, cocok dan bisa tumbuh subur.

Setelah itu, langkahnya tak bisa ditahan lagi. Ia menyebar ke berbagai penjuru Nusantara. Berbagai nama daerah pun ia semat. Kembang srengenge, bungo mata hurai, bunga matohari, bunga ledomata adalah beberapa di antaranya. Orang Cina menyebutnya xiang ri kui, di Inggris ia disebut sun flower, sementara zonnebloem adalah julukannya di Negeri Tulip, Belanda.

GAMPANG BERGAUL
Tanaman ini cocok di segala alam. Ia gampang bergaul dengan segala kondisi. Di tempat terbuka, ia tak menolak. Di tempat yang terlindung dari sinar matahari, ia betah. Ia lincah menjejak dataran rendah dan dataran tinggi, bahkan hingga 1.000 meter di atas permukaan laut. Hanya satu yang tak ia sukai, genangan air! Bukan berarti tak butuh air, tapi ia lebih suka bermain dengan kucuran air selang yang rintik ketimbang guyuran air hujan. Ia akan tersiksa di tanah yang becek. Akar-akarnya akan membusuk, lalu mati.

Nyaris sempurna, mungkin itu kalimat yang pas untuknya. Selain cantik, ia pun mudah dibudidayakan. Tak pelak, banyak yang tertarik menanamnya di pekarangan, dijadikan penghias halaman. Kaum pebisnis pun jatuh hati. Dijadikanlah ia bunga potong, dirangkai dengan bunga-bunga lain. Dan ia adalah "sentra" atau "raja" di antara bunga-bunga lain di dalam rangkaian.

Harga setangkai bunga matahari sekitar Rp 2.500 hingga Rp 4.500. Bila per batang berbunga 10-12 tangkai, puluhan ribu rupiah pun masuk kocek. Bayangkan bila punya
ratusan atau ribuan batang, berapa juta rupiah yang bakal kita kantongi.

Bijinya bisa diolah menjadi kwaci yang gurih. Ada pula yang memanfaatkan minyaknya. Siapa yang tak kenal minyak bunga matahari yang amat kondang di dunia? Ia menjadi bahan pembuat kosmetik, parfum maupun masakan dan minuman.

OGAH TERLALU RAPAT

Bunga matahari diperbanyak dengan bijinya yang sudah tua. Caranya dengan penyemaian. Jika hanya butuh sedikit, cukup menggunakan pot sebagai wahana persemaian. Untuk skala besar, semaikan di bedengan. Tunggu 10 hari sejak masa tabur, atau bila tinggi bibit sekitar 15-20 cm, baru boleh dipindahkan ke lokasi tanam. Satu lubang, cukup satu bibit. Jarak tanam sekurang-kurangnya 1 meter persegi. Jika terlalu rapat, batang tak akan berkembang dan bercabang. Besaran bunga pun akan mengecil, bahkan kerdil.

Di awal penanaman, taburkan 3 kg pupuk kandang (kotoran ayam, kotoran kambing, kotoran lembu) per bibit. Ulangi saat tanaman berumur sebulan. Berikan 25 gram ZA per batang. Di usia 1,5 bulan, tambahkan 15 gram TSP per batang. Jangan lupa, perhatikan saluran pembuangan air, hama dan penyakit yang bisa mendera. Umur 2 bulan, bunga dari batang utama mulai kuncup, diikuti cabang-cabang di ruas-ruas daun di bawahnya. Satu batang tanaman bisa menghasilkan 10-12 tangkai bunga.

Kapan memetik bunganya yang indah itu? Pebisnis akan mengikuti permintaan konsumen. Ada yang suka bunga yang baru mekar 60 persen atau masih kuncup, ada pula yang suka bunga matahari yang mekar penuh. Keduanya sama menawan. Ya, ia memang sangat indah